Sabtu, 27 Juni 2009

Masjid Dan Kehidupan Sosial

www.uin-malang.ac.id Setiap pagi menjelang subuh, selalu terdengar suara adzan dari berbagai masjid. Suara itu bergemuruh dari semua arah. Masjid-masjid atau pun juga musholla belum dianggap sempurna jika belum dilengkapi pengeras suara. Sehingga dengan pengeras suara itu, kecil kemungkinannya orang tidak terbangun di waktu subuh, beralasan tidak mendengar adzan. Setiap masjid, selalu ada seorang yang mengumandangkan adzan, memanggil para jama’ah menunaikan sholat.

Bagi yang tidak berkepentingan dengan suara adzan, mungkin merasa terganggu. Semestinya pada pagi itu mereka belum bangun, tetapi dengan suara adzan yang keras itu maka ikut terbangunkan. Sehingga, masjid atau tempat ibadah dianggap menggangu. Akan tetapi bagi yang berkepentingan, pengeras suara memang sangat diperlukan. Masjid adalah milik bersama dan digunakan bersama, maka diperlukan alat untuk mengingatkan dan sekaligus memanggil para jama’ahnya.

Mendengarkan suara adzan dari berbagai penjuru di subuh itu, saya selalu membayangkan alangkah indahnya jika setiap kaum muslimin bergegas ke masjid memenuhi seruan muadzin dari setiap masjid itu. Melalui adzan subuh ini saya membayangkan betapa indahnya kehidupan ini, jika ajaran Islam dijalankan sepenuhnya oleh seluruh kaum muslimin. Tua dan muda, pria dan wanita, besar dan kecil, suami dan isteri, semua datang ke masjid. Pagi itu, jika hal itu terjadi, saya membayangkan, benar-benar menjadi indah.

Berangkat dari rumah masing-masing, kaum muslimin mengawali kegiatannya dengan membaca basmallah. Kalimat yang sedemikian indah, mengingatkan dirinya sendiri bahwa Allah swt., menyandang sifat yang maha mulia ialah Maha Pengasih dan Penyayang. Di pagi itu, sebelum berangkat ke masjid, kaum muslimin setelah terbangun dari tidurnya, mereka tidak berpikir, berkata dan bekerja apapun, kecuali mensucikan dirinya dengan air wudhu. Setelah itu mereka kemudian segera meninggalkan rumah, menuju masjid bersama-sama.

Tiba di masjid, mereka saling bertemu dengan para tetangga, yang sama-sama ingin menunaikan ibadah sholat subuh berjama’ah. Mereka mengawali hidupnya di pagi hari itu, bersama-sama dengan para tetangganya di sekitar masjid, dengan sholat subuh berjama’ah. Keindahan itu juga dirasakan dari tatkala mereka bertemu saling mengucapkan salam, yang maknanya adalah mendoakan kepada setiap yang ditemunya agar dikaruniai keselamatan, rakhmat dan berkah dari Allah swt.

Ketika nyampai di masjid, mereka tidak berbincang apapun, kecuali memulai sholat takhiyatul masjid dan sholat sunnah lainnya. Selan jutnya, pada waktunya muadzin menyerukan iqomah, sebagai pertanda sholat dimulai. Salah seorang, yang dianggap paling tua, paling fasikh bacaannya, dan atau kelebihan lainnya, bertindak sebagai imam sholat, sedangkan lainnya mengikutinya sebagai makmum. Mereka mengucapkan doa yang sama dan melakukan gerak yang sama pula dalam sholatnya.

Selesai sholat berjama’ah, di sebagian masjid, dengan dipimpin oleh imam melakukan dzikir bersama. Dzikir dan doa yang dipimpin oleh imam sekaligus memberikan bimbingan bagi mereka yang masih memerlukannya. Sebelum para jama’ah meninggalkan rumah ibadah ini, selesai sholat, salah seorang yang lagi-lagi memiliki kelebihan pengetahuan agama, berdiri untuk memberikan semacam briefing singkat, atau dikenal dengan kuliah subuh. Memang kuliah subuh seyogyanya tidak terlalu lama, agar jika di antara jama’ah ada yang tergesa berangkat ke tempat kerja, tidak terganggu. Kuliah subuh perlu dilakukan, untuk membekali para jama’ah dalam menjalankan kehidupan di hari itu .

Diskripsi tentang kegiatan pagi di sekitar sholat subuh ber jama’ah ini, maka terbayang bahwa di pagi buta itu kaum muslimin telah mendapatkan beberapa keuntungan, yaitu : (1) mereka mengawali kehidupan di hari itu dengan mengingat Allah swt., secara bersama-sama, (2) melalui sholat berjama’ah di masjid di pagi itu, mereka saling bertemu para tetangga dengan penuh kedamaian, (3) melalui sholat jama’ah mereka mendapatkan pengetahuan atau pesan singkat untuk menjalani kehidupan di hari itu, sebaik-baiknya. (4) sebagai hasilnya masyarakat itu akan menjadi sehat, baik jasmani maupun ruhaninya.

Saya membayangkan betapa indahnya kehidupan kaum muslimin, jika hal itu bisa ditunaikan secara istiqomah. Namun sayangnya, keindahan itu belum semua bisa diwujudkan secara bersama-sama dan merata. Fasilitas tempat ibadah, berupa masjid, musholla, surau atau langgar, sudah ada di mana-mana. Semangat kaum muslimin dalam membangun masjid sudah luar biasa besarnya. Hanya saja dalam hal memanfaatkan fasilitas itu masih terasa perlu ditingkatkan.

Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana menggerakkan kaum muslimin agar Islam benar-benar bisa dijalankan. Pertanyaan itu ternyata tidak mudah dijawab. Gerakan itu harus dimulai dari para pemimpinnya, sebagaimana di zaman Rasulullah, hal itu dimulai dari Muhammad saw., sediri. Para pengikutnya akan meniru. Pada saat Nabi sudah tidak ada, peran itu semestinya digantikan oleh para pemimpinnya, baik pemimpin formal maupun non formal. Para pemimpin itu adalah para ulama, kyai, ustadz, pejabat, dosen dan mahasiswa muslim. Jika semua para pemimpin itu menjalankannya secara istiqomah, maka sekalipun bertahap, maka umat akan mengikutinya. Ada rumusan yang indah bahwa masyarakat selalu tergantung dari para pemimpinnya.

Melalui tulisan ini, saya masih ingin mengatakan bahwa alangkah indahnya ajaran Islam jika bisa diimplementasikan secara merata di tengah masyarakat. Masyarakat selain menghuni rumahnya masing-masing, masih memiliki rumah bersama, yaitu bernama masjid. Tempat itu didatangi pada setiap saat, lima kali dalam sehari semalam. Atau, setidak-tidaknya tiga kali, yaitu pada sholat subuh, maghrib dan insya. Pada saat sholat dhuhur dan asyar, terkait dengan pekerjaan misalnya, mereka menunaikan ibadah itu di tempat kerjanya.

Selain itu, saya membayangkan bahwa dengan masjid dan kegiatan sholat berjama’ah itu, maka hubungan silaturrahmi antar tetangga atau di antara orang-orang yang bertempat tinggal di sekitar masjid menjadi sedemikian erat. Mereka hidup bersama, saling mengetahui, memahami, menghargai, mencintai dan selanjutnya saling bertolong menolong. Inilah barangkali yang sering disebuit sebagai umat yang satu, adalah kehidupan yang kokoh dan penuh kedamaian. Membayangkan masjid dan sholat berjama’ah, mengingatkan kita semua, bahwa sholat adalah awal dan sekaligus kunci dari semua kebaikan.

Semogalah ke depan para pemimpin umat dan atau pemimpin negeri ini, menjadikan masjid atau tempat ibadah sebagai pendekatan untuk membangun bangsa dan negeri ini. Pada saat ini kita sudah kaya konsep, nilai, atau panduan hidup. Kekuarangannya adalah pada tataran yang bersifat implementatif. Terkait dengan itu, maka diperlukan contoh, dan atau tauladan. Peran itu hanya strategis jika datang dan oleh para pemimpinnya. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar