Kamis, 13 Januari 2011

Masjid Salman ITB


View Larger Map

Jalan Ciungwanara
Bandung, Indonesia

Media Indonesia-2003. 
LAHAN seluas 7.500 meter persegi itu tampak rindang karena ditumbuhi berbagai jenis 
pepohonan besar. Keasrian lingkungan di luar gedung Masjid Salman di Jl Ganesa,
Bandung itu menularkan kesejukan ke dalam masjid, yang siang itu tengah dipenuhi oleh
jemaah dari berbagai usia.Bulan suci Ramadan membawa banyak perubahan di masjid yang
terletak persis di depan kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) ini. Sejak pagi
hingga malam hari, berbagai kegiatan yang di-arrange mahasiswa digelar, baik kegiatan
yang dilaksanakan di dalam maupun di halaman masjid.

Berkapasitas sekitar 1.000 orang, Masjid Salman ITB tercatat sebagai masjid pertama di
Indonesia yang dibangun dengan arsitektur modern. Jika kebanyakan masjid dibangun
dengan menggunakan beberapa tiang penyangga, maka di dalam masjid ini tidak ditemukan
pilar-pilar besar.

Berbeda dengan kebanyakan perspektif arsitektur masjid lainnya, di lokasi ini orang
tidak akan menemukan adanya kubah. Di sini juga tidak didapati rangkaian kaligrafi
seperti yang biasa menghiasi sebuah masjid.

Arsitektur masjid modern ini adalah buah karya Achmad Noe'man, seorang arsitek dan
juga staf pengajar di ITB. Mulai dibangun pada 1963 dengan menyelesaikan menara yang
menjulang tinggi. Setelah itu, bagian utama masjid berukuran 25 x 25 meter selesai
dibangun 1972.

Nama Salman sendiri adalah pilihan yang diberikan Presiden RI pertama Soekarno. Dengan
pengetahuan Islamnya yang mendalam, bapak bangsa lulusan ITB ini mengetahui tokoh
bernama Salman dari Parsi sebagai sahabat Nabi Muhammad saw yang memiliki kepakaran
dalam dunia arsitektur Islam.

Sebagai masjid kampus yang pertama di Indonesia, Masjid Salman ITB memiliki sejarah
cukup panjang dan penuh dengan perjuangan. Seperti yang dikenang TM Soelaiman dan
kawan-kawan, sebagai mahasiswa ITB pada 1960-an, yang melihat kampus tercintanya tidak
memiliki tempat ibadah yang mapan.

Tokoh yang saat ini menjadi salah seorang guru besar di almamaternya itu tidak mau
menyerah, ketika pihak rektorat menolak permintaannya untuk membangun masjid di dalam
lingkungan kampus.

Perjuangan Soelaiman dan kawan-kawan ini akhirnya menemui hasil, ketika Soekarno ikut
turun tangan, dengan cara menyetujui pembangunannya di dalam areal kampus.

Di Indonesia, langkah Masjid Salman sebagai masjid kampus ini akhirnya diikuti oleh
universitas negeri/PTN lainnya. Masjid Arief Rahman Hakim dibangun di kampus
Universitas Indonesia (UI) Salemba, menyusul kemudian Masjid Salahuddin di Kampus
Universitas Gadjah Mada (UGM), juga Masjid Raden Patah di kampus Universitas Brawijaya
Malang.

Hasil karya Noe'man ini oleh para arsitek lain dinilai sebagai masjid yang dibangun
dengan konsep mirip tradisi istana Melayu. Bentuknya juga tidak biasa, karena Salman
mencerminkan pengaruh arsitektur modernisme yang memilih bentuk-bentuk murni dan
nirlambang.

Sesuai dengan keunikan bangunan Masjid Salman, berbagai kegiatan unik pun digelar
selama Ramadan. Selain menggelar kegiatan reguler seperti yang dilakukan kebanyakan
masjid di bulan Puasa, sesuai dengan lingkungan pembentuknya, agenda kegiatan di
Masjid Salman juga dipadati dengan kegiatan ilmiah islami.

Bidang-bidang sosial pun tak dilupakan, karena para jemaah sudah bertekad untuk
melakukan kegiatan donor darah dan juga bakti sosial. Tak lupa, kegiatan buka puasa
pun selalu diwarnai dengan mengundang para kaum duafa juga masyarakat umum lainnya.

Untuk lebih memberi makna dalam salat tarawih, misalnya, Masjid Salman mengundang para
tokoh agama kenamaan untuk mengisi ceramah. Di antara mereka ada nama-nama Hatta
Rajasa, Muslimin Nasution, Adi Sasono, dan juga Ahmad Sumargono.

"Sudah dua tahun berturut-turut, kegiatan Masjid Salman pada bulan Ramadan mengusung
keinginan mempersiapkan generasi muda yang tangguh dan unggul. Kita berharap, dengan
hikmah puasa yang besar, Salman bisa membentuk generasi muda yang sesuai dengan
harapan agama dan bangsa," tutur Manajer Umum Masjid Salman ITB Samsoe Basaroedin.

Mungkin agak berbeda dengan status masjid kampus lainnya, Masjid Salman ITB sudah
berbadan hukum dan memiliki yayasan, serta seluruh kegiatannya terlepas dari Rektorat
ITB. Dengan yayasannya inilah Masjid Salman ITB saat ini membentuk berbagai unit
kegiatan, di antaranya unit aktivitas mahasiswa yang membawahi delapan kegiatan sejak
dari anak, remaja, perempuan hingga pusat teknologi. Unit pelayanan lainnya adalah
Unit Pelayanan Jemaah dengan enam lembaga, Unit Usaha yang membawahi empat kegiatan,
serta lembaga-lembaga otonom dengan enam kegiatannya.

Semarak kegiatan di Masjid Salman ITB membuatnya nyaris tidak pernah sepi setiap bulan
Puasa. Sekalipun 80% jemaahnya adalah mahasiswa, karyawan, dan staf pengajar di ITB,
tetapi bagi masyarakat umum dan mahasiswa di luar lingkungan ITB ternyata kesejukan
lingkungan, begitu pun dengan berbagai siraman rohaninya bisa menjadi arti tersendiri.

"Sekalipun masjid kampus, Salman adalah masjid yang terbuka bagi mahasiswa juga
masyarakat umum di luar ITB. Menimba ilmu bersama, bertawakal bersama juga beramal
bersama adalah tujuan kita berkumpul di sini," tandas Samsoe. (Sg/Em/P-6)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar