Minggu, 28 Juni 2009

Masyarakat Muslim Boston Miliki Masjid Baru

www.eramuslim.com. Dengan pemotongan pita hijau serta diiringi teriakan takbir, ratusan warga Muslim Boston meresmikan sebuah masjid baru di Roxbury Crossing pada hari Jumat yang lalu.

Dan dengan pemotongan pita, secara resmi Islamic Society of Boston Cultural Center dibuka, yang sebelumnya telah digunakan sejak musim gugur yang lalu. Masyarakat muslim Boston menyambut gembira dengan dibukanya Masjid yang juga dijadikan Islamic center dan pusat kebudayaan tersebut.

Masjid baru Boston ini mengalami berbagai macam tantangan serta kendala dalam pembangunannya, mulai dari kontroversi pembangunannya sampai masalah keuangan yang membuat perencanaan dan pembuatannya menjadi berlarut-larut selama dua dasawarsa.

Secara umum gedung baru ini masih belum sempurna, masih banyak elemen dekoratif belum ditambahkan dan tahap kedua pembangunan lanjutan berupa sebuah bangunan sekolah Islam saat ini hanya masih dalam impian, namun para pemuka agama Islam Boston memutuskan untuk segera secara resmi membuka masjid dan pusat kebudayaan tersebut.

Di seberang jalan, segelintir demonstran melakukan aksinya sambil meneriakkan “Prayer, Yes. Extremism, No!’’. Aksi ini dilakukan oleh gabungan dari berbagai kelompok antar agama sambil membawa mawar putih yang menurut mereka melambangkan perdamaian.

Bagi masyarakat Muslim setempat, peresmian masjid baru ini merupakan sebuah perayaan, karena mengingat sulitnya mereka berjuang untuk membangun masjid. Diperkirakan sekitar 1800 warga muslim melaksanakan sholat jumat pada hari itu, yang sebelumnya hanya sekitar 600 an orang.

"Ini adalah peristiwa besar, terutama apa yang telah dilakukan oleh masyarakat Muslim disini," kata seorang imam bernama Ahmad Jabrane dari Boston timur.

"Akhirnya saya bisa merasakan kegembiraan ini sebagai seorang warga Boston. Bagi kami hal ini sangatlah penting - akhir dari sebuah era, dan permulaan dari sebuah era baru. Kami disini, dan kami akan tetap disini untuk membangun masyarakat Muslim Boston."

Meskipun peresmian masjid baru ini mengalami kontroversi dan mendapat reaksi protes, akan tetapi sejumlah tamu kehormatan bersedia hadir dalam acara peresmiannya termasuk Walikota Thomas M.Menino dan beberapa anggota dewan setempat.(fq/bostonnews)

Sabtu, 27 Juni 2009

Masjid Dan Kehidupan Sosial

www.uin-malang.ac.id Setiap pagi menjelang subuh, selalu terdengar suara adzan dari berbagai masjid. Suara itu bergemuruh dari semua arah. Masjid-masjid atau pun juga musholla belum dianggap sempurna jika belum dilengkapi pengeras suara. Sehingga dengan pengeras suara itu, kecil kemungkinannya orang tidak terbangun di waktu subuh, beralasan tidak mendengar adzan. Setiap masjid, selalu ada seorang yang mengumandangkan adzan, memanggil para jama’ah menunaikan sholat.

Bagi yang tidak berkepentingan dengan suara adzan, mungkin merasa terganggu. Semestinya pada pagi itu mereka belum bangun, tetapi dengan suara adzan yang keras itu maka ikut terbangunkan. Sehingga, masjid atau tempat ibadah dianggap menggangu. Akan tetapi bagi yang berkepentingan, pengeras suara memang sangat diperlukan. Masjid adalah milik bersama dan digunakan bersama, maka diperlukan alat untuk mengingatkan dan sekaligus memanggil para jama’ahnya.

Mendengarkan suara adzan dari berbagai penjuru di subuh itu, saya selalu membayangkan alangkah indahnya jika setiap kaum muslimin bergegas ke masjid memenuhi seruan muadzin dari setiap masjid itu. Melalui adzan subuh ini saya membayangkan betapa indahnya kehidupan ini, jika ajaran Islam dijalankan sepenuhnya oleh seluruh kaum muslimin. Tua dan muda, pria dan wanita, besar dan kecil, suami dan isteri, semua datang ke masjid. Pagi itu, jika hal itu terjadi, saya membayangkan, benar-benar menjadi indah.

Berangkat dari rumah masing-masing, kaum muslimin mengawali kegiatannya dengan membaca basmallah. Kalimat yang sedemikian indah, mengingatkan dirinya sendiri bahwa Allah swt., menyandang sifat yang maha mulia ialah Maha Pengasih dan Penyayang. Di pagi itu, sebelum berangkat ke masjid, kaum muslimin setelah terbangun dari tidurnya, mereka tidak berpikir, berkata dan bekerja apapun, kecuali mensucikan dirinya dengan air wudhu. Setelah itu mereka kemudian segera meninggalkan rumah, menuju masjid bersama-sama.

Tiba di masjid, mereka saling bertemu dengan para tetangga, yang sama-sama ingin menunaikan ibadah sholat subuh berjama’ah. Mereka mengawali hidupnya di pagi hari itu, bersama-sama dengan para tetangganya di sekitar masjid, dengan sholat subuh berjama’ah. Keindahan itu juga dirasakan dari tatkala mereka bertemu saling mengucapkan salam, yang maknanya adalah mendoakan kepada setiap yang ditemunya agar dikaruniai keselamatan, rakhmat dan berkah dari Allah swt.

Ketika nyampai di masjid, mereka tidak berbincang apapun, kecuali memulai sholat takhiyatul masjid dan sholat sunnah lainnya. Selan jutnya, pada waktunya muadzin menyerukan iqomah, sebagai pertanda sholat dimulai. Salah seorang, yang dianggap paling tua, paling fasikh bacaannya, dan atau kelebihan lainnya, bertindak sebagai imam sholat, sedangkan lainnya mengikutinya sebagai makmum. Mereka mengucapkan doa yang sama dan melakukan gerak yang sama pula dalam sholatnya.

Selesai sholat berjama’ah, di sebagian masjid, dengan dipimpin oleh imam melakukan dzikir bersama. Dzikir dan doa yang dipimpin oleh imam sekaligus memberikan bimbingan bagi mereka yang masih memerlukannya. Sebelum para jama’ah meninggalkan rumah ibadah ini, selesai sholat, salah seorang yang lagi-lagi memiliki kelebihan pengetahuan agama, berdiri untuk memberikan semacam briefing singkat, atau dikenal dengan kuliah subuh. Memang kuliah subuh seyogyanya tidak terlalu lama, agar jika di antara jama’ah ada yang tergesa berangkat ke tempat kerja, tidak terganggu. Kuliah subuh perlu dilakukan, untuk membekali para jama’ah dalam menjalankan kehidupan di hari itu .

Diskripsi tentang kegiatan pagi di sekitar sholat subuh ber jama’ah ini, maka terbayang bahwa di pagi buta itu kaum muslimin telah mendapatkan beberapa keuntungan, yaitu : (1) mereka mengawali kehidupan di hari itu dengan mengingat Allah swt., secara bersama-sama, (2) melalui sholat berjama’ah di masjid di pagi itu, mereka saling bertemu para tetangga dengan penuh kedamaian, (3) melalui sholat jama’ah mereka mendapatkan pengetahuan atau pesan singkat untuk menjalani kehidupan di hari itu, sebaik-baiknya. (4) sebagai hasilnya masyarakat itu akan menjadi sehat, baik jasmani maupun ruhaninya.

Saya membayangkan betapa indahnya kehidupan kaum muslimin, jika hal itu bisa ditunaikan secara istiqomah. Namun sayangnya, keindahan itu belum semua bisa diwujudkan secara bersama-sama dan merata. Fasilitas tempat ibadah, berupa masjid, musholla, surau atau langgar, sudah ada di mana-mana. Semangat kaum muslimin dalam membangun masjid sudah luar biasa besarnya. Hanya saja dalam hal memanfaatkan fasilitas itu masih terasa perlu ditingkatkan.

Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana menggerakkan kaum muslimin agar Islam benar-benar bisa dijalankan. Pertanyaan itu ternyata tidak mudah dijawab. Gerakan itu harus dimulai dari para pemimpinnya, sebagaimana di zaman Rasulullah, hal itu dimulai dari Muhammad saw., sediri. Para pengikutnya akan meniru. Pada saat Nabi sudah tidak ada, peran itu semestinya digantikan oleh para pemimpinnya, baik pemimpin formal maupun non formal. Para pemimpin itu adalah para ulama, kyai, ustadz, pejabat, dosen dan mahasiswa muslim. Jika semua para pemimpin itu menjalankannya secara istiqomah, maka sekalipun bertahap, maka umat akan mengikutinya. Ada rumusan yang indah bahwa masyarakat selalu tergantung dari para pemimpinnya.

Melalui tulisan ini, saya masih ingin mengatakan bahwa alangkah indahnya ajaran Islam jika bisa diimplementasikan secara merata di tengah masyarakat. Masyarakat selain menghuni rumahnya masing-masing, masih memiliki rumah bersama, yaitu bernama masjid. Tempat itu didatangi pada setiap saat, lima kali dalam sehari semalam. Atau, setidak-tidaknya tiga kali, yaitu pada sholat subuh, maghrib dan insya. Pada saat sholat dhuhur dan asyar, terkait dengan pekerjaan misalnya, mereka menunaikan ibadah itu di tempat kerjanya.

Selain itu, saya membayangkan bahwa dengan masjid dan kegiatan sholat berjama’ah itu, maka hubungan silaturrahmi antar tetangga atau di antara orang-orang yang bertempat tinggal di sekitar masjid menjadi sedemikian erat. Mereka hidup bersama, saling mengetahui, memahami, menghargai, mencintai dan selanjutnya saling bertolong menolong. Inilah barangkali yang sering disebuit sebagai umat yang satu, adalah kehidupan yang kokoh dan penuh kedamaian. Membayangkan masjid dan sholat berjama’ah, mengingatkan kita semua, bahwa sholat adalah awal dan sekaligus kunci dari semua kebaikan.

Semogalah ke depan para pemimpin umat dan atau pemimpin negeri ini, menjadikan masjid atau tempat ibadah sebagai pendekatan untuk membangun bangsa dan negeri ini. Pada saat ini kita sudah kaya konsep, nilai, atau panduan hidup. Kekuarangannya adalah pada tataran yang bersifat implementatif. Terkait dengan itu, maka diperlukan contoh, dan atau tauladan. Peran itu hanya strategis jika datang dan oleh para pemimpinnya. Wallahu a’lam.

Jumat, 26 Juni 2009

Ust Abu Dicekal, Masjid Sidotopo Disegel, Sholat Dihentikan!

Jakarta (arrahmah.com) - Ironis! Peristiwa ini terjadi di sebuah negara dengan penduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia. Sebuah masjid, bernama Masjid Al Ihsan, berlokasi di Sidotopo Surabaya, disegel dan jama’ahnya dilarang untuk melakukan sholat lima waktu berjama’ah dan melakukan aktivitas ibadah lainnya. Penyegelan dan pelarangan ini dilakukan oleh massa tak dikenal beserta warga sekitar yang terpovokasi, dan beberapa orang yang diduga adalah oknum anggota kepolisian.

Ironisnya lagi, masa tak dikenal kembali menyatroni masjid dan meneriakkan kata-kata kotor : “kafir..kafir..!”, “Tempat mesum!”, “Teroris…!”. Apa apa dengan Masjid Al Ihsan di Sidotopo ini ? Betulkah ini cara-cara lama yang kembali dimainkan oknum-oknum anti syariat Islam ?

Kajian Tauhid Menjadi Penyebab ?

Berdasarkan kronologis peristiwa yang diterima redaksi Arrahmah.com via takmir Masjid Al Ihsan Sidotopo, awal kejadian adalah hari Jum’at, 19 Juni 2009. Waktunya Lebih kurang pukul 22.30 sampai dengan 24.30 terjadi penyerbuan dan sweeping ke dalam masjid Al Ihsan Sidotopo yang dilakukan oleh massa tak dikenal berserta warga sekitar masjid yang terprovokasi dan beberapa orang yang diduga adalah oknum anggota kepolisian. Did alam masjid pada saat itu ada tiga orang yang memang tinggal di masjid sebagai pengurus yang bertugas dalam kebersihan dan perawatan masjid. Massa menanyakan Ijin dan kepemilikan masjid, serta keberadaan penghuni masjid.



Kejadian berlanjut pada Pukul 22.30. Salah satu pengurus masjid Al Ihsan mendengar suara massa memasuki masjid dan suara massa mendobrak pintu/pagar masjid, diantara massa ada yang berteriak “keluar…!”. Melihat massa sudah memasuki masjid bagian bawah, ia membangunkan penghuni lainnya. Namun belum sampai keluar pintu kamar ternyata massa sudah naik dan masuk ke dalam kamar pengurus. Massa mencegat pengurus keluar kamar sambil salah seorang diantara mereka memotret wajah-wajah para pengurus, bukan itu saja salah seorang yang mengaku sekretaris RW setempat memaksa pengurus menunjukkan kartu identitas dengan nada yang tinggi dan kasar. Akhirnya ketiga orang pengurus yang tinggal di masjid memberikan KTP kepada orang yang mengaku sekretaris RW tersebut. Kesaksian pengurus masjid sebagian besar massa bukan dari warga sekitar dan tidak pernah mereka lihat sebelumnya di sekitar masjid.

Kejadian belum berakhir. Pada Pukul 22.55 Massa meminta kepada salah satu pengurus untuk memanggil Pak Umar selaku ketua Ta’mir Masjid dengan tetap menahan kartu identitas . Tidak lama kemudian Pak Umar datang menemui massa didalam masjid, Pak Umar meminta massa untuk membubarkan diri dan membicarakannya baik-baik tetapi permintaan tersebut tidak digubris oleh massa. Massa di luar masjid terus menerus melakukan provokasi dengan teriakan dan ejekan. Diantara kata-kata provokasi yang didengar oleh penghuni masjid adalah “rantai saja pak Umar!”, “pak Umar bapak teroris”, “bakar pak Umar”.

Ketegangan masih berlanjut hingga Pukul 23.30. Salah seorang putera Pak Umar datang bersama Yulianto (anggota Tim Pembela Muslim Surabaya). Kedatangan Yulianto atas permintaan putera Pak Umar untuk menengahi permasalahan yang terjadi. Namun massa mengusirnya dengan alasan bukan warga RW setempat, saat pengusiran salah seorang mendorong dan memukul Yulianto hingga menyebabkan luka di bagian hidung. Setelah Yulianto keluar dari masjid, massa juga meminta orang-orang yang bukan warga RW setempat untuk keluar termasuk para pengurus. Setelah semuanya keluar dari masjid terjadi dialog antara Pak Umar dengan massa. Konsentrasi massa di luar masjid semakin besar. Provokasi terus menerus terjadi di luar masjid.

Hingga pergantian hari, ketegangan belum juga mereda. Jam sudah menunjukkan Pukul 00.30. Akhirnya, terjadi “kesepakatan” antara Pak Umar dengan massa untuk mengosongkan masjid. Seseorang yang mengaku Wakapolres Surabaya Timur menghubungi pak Umar dan meminta agar beliau hadir pada hari Sabtu jam 10.00 di Polsek Semampir dengan membawa dokumen seperlunya untuk bertemu dengan perwakilan warga sekitar masjid yang terlibat dalam kejadian tersebut.

Keesokan harinya, Sabtu, 20 Juni 2009, peristiwa teror terhadap Masjid Al Ihsan Sidotopo masih berlanjut. Sekitar jam 12.00 Seorang Jama’ah masjid menceritakan, meski masjid sudah dikosongkan penghuninya aktivitas sholat berjama’ah Subuh dan Dhuhur masih tetap dilaksanakan, namun sekitar pukul 12.00 mulai berdatangan massa tak dikenal dengan menggunakan motor. Ketika jama’ah tersebut keluar dari masjid massa yang datang dengan motor meneriakinya dengan kata-kata “kafir..kafir..!”, “Tempat mesum!”, “Teroris…!”.


Gerbang Masjid yg Di Segel Thagut!

Beberapa saat kemudian Camat, Ta’mir masjid datang dari Polsek Semampir dan memberitahu jama’ah bahwa sudah terjadi keputusan yang ditandatangani Camat dan Ketua Ta’mir masjid yang berisi:
- Kepemilikan Tanah dan Bangunan berdasarkan surat-surat dan dokumen yang ditunjukkan pihak Ta’mir Masjid Al Ihsan adalah atas nama pak Umar (selaku ketua Masjid)

- Karena Masjid tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan masjid ditutup dan tidak boleh melakukan aktifitas termasuk sholat lima waktu sampai ijin diurus dan dikeluarkan.

Jama’ah sempat mempertanyakan larangan sholat dan beribadah di masjid, camat menjawab bahwa ini adalah jalan tengah dan Camat bertanggung sampai ke akhirat dalam urusan ini.

Semua barang-barang dimasjid diminta untuk dikeluarkan dan masjid disegel dengan cara digembok oleh Camat dan kemudian kunci gembok dibawa oleh Camat. Terhitung sejak sholat Ashar Jama’ah tidak lagi bisa melaksanakan ibadah sholat dan ibadah lainnya di masjid Al Ihsan Sidotopo.
Kajian rutin yang membahas tauhid yang biasa diisi oleh Ustadz Abu Bakar Baasyir pada malam ahad pun batal dilaksanakan. Masjid Al Ihsan di Sidotopo ini memang kerap dikenal intens dalam mengadakan kajian-kajian keIslaman, terutama membahas masalah tauhid. Namun, apakah hanya karena kajian tauhid yang dilaksanakan rutin hingga masjid ini harus disegel dan seluruh aktivitasnya dihentikan ?

Bagaimana Kelanjutan Masjid Al Ihsan ?

Menurut keterangan dari sumber Arrahmah.com, hingga hari ini Masjid Al Ihsan di Sidotopo, Surabaya masih disegel dan semua kegiatan masjid termasuk sholat 5 waktu tidak boleh dilaksanakan di masjid tersebut. Kesepakatan yang dibuat antara ketua takmir, Ust. Umar Ibrahim, dengan Camat setempat, jika surat ijin pembangunan masjid sudah jadi, maka kegiatan masjid bisa berlangsung normal kembali.

Besok Hari Selasa tgl 23 Juni 2009, surat ijin bangunan jadi, dan rencananya pihak aparat akan membuka kembali aktivitas masjid seperti biasa. Namun, tidak tertutup kemungkinan oknum-oknum anti syariat akan tetap memprovokasi dan membuat berbagai alasan untuk tetap menutup masjid tersebut. Kita tunggu saja, bagaimana kelanjutan Masjid Al Ihsan. Wallahu’alam bis showab! (M Fachry/POJ/Arrahmah.com)

Kamis, 25 Juni 2009

Kurang Imam, Banyak Masjid Brasil Tutup

www.republika.co.id. SAO PAULO - Meski Muslim di Brasil menikmati atmosfer toleransi unik, banyak masjid ditutup gara-gara jumlah imam yang jarang. Kondisi itu mengancam identitas Islam di kalangan Muslim, terutama generasi muda.

"Sepertiga masjid ditutup gara-gara tak ada imam," ujar Al-Sadiq Al Othmani, kepala Departemen Urusan Islam, di kantor Dakwah Islami, Amerika Latin berbasis Sao Paulo. Padahal ada banyak masjid di ibu kota utama negara-negara bagian Brasil dan juga kota-kota lain.

Dalam kota Sao Paulo sendiri ada sekitar sepuluh masjid, termasuk Masjid Brasil, masjid pertama di Amerika latin yang konstruksi pendirian dimulai pada 1929.

Budaya Toleransi Muslim Brazil sebenarnya juga memikat turis Muslim luar negeri. Hanya saja dari 120 masjid, hanya tersedia imam dan khotib tak lebih dari 40 orang. demikian menurut Khaled Taqei Ed-Din, seorang imam di Sao Paulo.

"Itu pun hanya sedikit yang menyelesaikan pendidikan syariah di tingkat universitas," ujarnya. "Sementara sisanya menjadi imam berdasarkan pengalaman," imbuh Khaled.

Alhasil meski sebagian besar masjid memiliki desain-desain unik, duapertiga bangunan ibadah umat Islam di Brasil ditutup, sepi tanpa tanda kehidupan. "Banyak masjid bahkan yang tak mampu menggelar sholat lima kali dalam sehari," keluh Al Sadiq.

Pemimpin Muslim mengaitkan krisis keberadaan imam dengan kekurangan dana di Islamic center. Itu membuat masjid-masjid Brasil tak mampu melakukan pelatihan terhadap calon-calon imam baru.

Mereka juga mengingatkan kondisi gawat akibat masjid yang makin banyak membisu. "Banyak generasi muda tidak tahu banyak tentang Islam," ujar Ahmed Othman Mazloum, seorang khotib asal Lebanon.

"Beberapa menjadi Muslim karena nama dan yang lain sudah mengabaikan segala sesuatu yang berkaitan dengan agama," tuturnya.

Pemimpin Muslim sependapat jika kesalahan terbesar ada pada komunitas mereka, yang tidak melakukan upaya lebih untuk mendukung institusi masjid.

Al Sadiq menghimbau para organisasi Muslim harus bergerak dan menyediakan waktu khusus untuk merekrut imam penuh waktu alih alih menggunakan imam sukarela. Dukungan finansial pun, menurut Al Sadiq harus datang dari dalam komunitas sendiri.

Profesor Mohsen Bin Musa El-Husseini, kepala Pusat Islami di Foz du Iguacu, kota terdapat mayoritas Muslim kedua di Brasil setelah Sao Paulo, memiliki solus lain. "Komunitas Muslim, sangat membutuhkan aksi mendesak, yang keuntungan akan didedikasikan pada institusi Muslim. "Ini satu-satunya jalan untuk mencegah identitas Muslim di generasi masa depan," tegasnya.

Muslim di Brasil saat ini berkisar 27.329, menurut data sensus negara. Mayoritas adalah keturunan Syiria, Palestina, Lebanon, yang menetap di Brasil pada abad ke-19, saat Perang Dunia I dan pada 1970-an

Sebagian besar Muslim tinggal di negara bagian Parana, Goias, Rio de Janiero, dan Sao Paulo. Namun juga ada komunitas berjumlah cukup signifikan di Mato Grosso do Sul dan Rio Grande do Sul./iol/itz

Kalla Kritik Masjid di Indonesia

news.okezone.com, Jakarta-Tidak hanya ahli berdagang, Wakil Presiden Jusuf Kalla ternyata juga memiliki keahlian di bidang arsitektur, khususnya untuk bangunan rumah ibadah.

Di depan ratusan peserta Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) Masjid Agung, Masjid Raya, dan Masjid Potensial, Kalla mengeritik arsitektur dan tata ruang masjid-masjid di Indonesia. Mantan pengusaha asal Bone, Sulawesi Selatan itu menilai tata ruang sarana pendukung masjid-masjid di Indonesia yang masih amburadul.

"Kalau kita bangun masjid, beberapa hal harus kita perhatikan. Pertama, lokasinya. Kita ingin masjid yang bagus, tetapi lokasi kurang bagus, juga fungsinya menjadi kurang. Kedua, arsiteknya, terutama hubungannya dengan fungsi. Banyak masjid kadang-kadang kokoh, tetapi arsitekturnya tidak fungsional," kata Kalla dalam 'kuliah singkat' saat pembukaan Silaknas di Gedung II Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (12/6/2009).

Selain lokasi, arsitektur bangunan masjid yang tertutup menurut Kalla, tidak pas untuk iklim tropis seperti di Indonesia. Dengan bangunan yang serba tertutup, akan berdampak pada pemakaian energi ekstra untuk penyejuk udara. Hal itu dirasa tidak efektif, apalagi jika bangunan masjid yang cukup besar, sementara jumlah jemaah yang beribadah tidak seimbang.

"Di Makassar, dikasih terbuka udaranya. Terus ada yang bilang nanti ada yang curi, saya bilang apanya yang mau dicuri di masjid? Paling berharga jam, tidak ada lebih mahal daripada jam di masjid. Daripada bikin masjid yang tertutup," kisahnya disambut tawa para undangan.

'Kuliah pagi' dari Kalla berlanjut ke soal tata suara di dalam masjid. Dia mengeluhkan semrawutnya penempatan pengeras suara di sudut-sudut masjid. Sering kali hal itu yang merusak suasana peribadahan karena jemaah tidak bisa menangkap apa yang diucapkan khotib.

Kalla menceritakan, pengalamannya di kampung halaman saat menghadiri acara yang mengundang AA Gym. Saat itu suara dari sound system tidak terdengar jelas sehingga pesan yang disampaikan AA Gym tidak terdengar jelas.

"Dia ketawa, kita tidak ketawa karena kita tidak tahu apa yang dia bilang. Karena kita ke masjid, disamping beribadah, ingin mendengarkan dakwah. Kalau speaker jelek, habislah dakwah dan itu banyak terjadi," terangnya.